Pengasingan Inggris TTS atau yang biasa disebut sebagai ‘Time to Say Goodbye’ merupakan sebuah kebijakan yang diambil oleh pemerintah Inggris pada tahun 1960-an. Kebijakan ini bertujuan untuk membatasi jumlah imigran yang masuk ke Inggris dan mengembalikan imigran yang sudah tinggal di sana ke negara asal mereka. Kebijakan ini tidak hanya mempengaruhi imigran dari negara-negara Asia dan Afrika, tetapi juga dari Indonesia.
Sejarah Pengasingan Inggris TTS
Pengasingan Inggris TTS merupakan kebijakan yang diambil oleh pemerintah Inggris pada tahun 1962. Saat itu, Inggris sedang mengalami krisis ekonomi dan kebijakan ini diambil untuk mengurangi jumlah imigran yang masuk ke negara tersebut. Kebijakan ini juga bertujuan untuk mengurangi tingkat pengangguran di Inggris dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat Inggris.
Pada awalnya, kebijakan ini hanya berlaku untuk imigran yang berasal dari negara-negara Asia dan Afrika. Namun, pada tahun 1971, kebijakan ini diperluas untuk mencakup semua imigran yang tidak memiliki kewarganegaraan Inggris.
Banyak imigran yang sudah tinggal di Inggris selama bertahun-tahun harus pulang ke negara asal mereka. Kebijakan ini sangat mempengaruhi imigran dari Indonesia yang sudah tinggal di Inggris selama bertahun-tahun.
Dampak Pengasingan Inggris TTS pada Indonesia
Pengasingan Inggris TTS memiliki dampak yang besar pada Indonesia. Banyak imigran Indonesia yang sudah tinggal di Inggris selama bertahun-tahun harus pulang ke Indonesia. Hal ini menyebabkan banyak masalah sosial dan ekonomi di Indonesia.
Imigran Indonesia yang sudah tinggal di Inggris selama bertahun-tahun biasanya sudah memiliki keluarga dan pekerjaan di sana. Pengasingan Inggris TTS membuat mereka harus meninggalkan keluarga dan pekerjaan mereka di Inggris. Mereka juga harus memulai hidup baru di Indonesia yang pada saat itu masih dalam kondisi yang sulit.
Pengasingan Inggris TTS juga mempengaruhi hubungan antara Indonesia dan Inggris. Banyak orang Indonesia yang merasa tersinggung dan marah dengan kebijakan tersebut. Hal ini menyebabkan hubungan diplomatik antara Indonesia dan Inggris sempat memburuk pada saat itu.
Pengaruh Pengasingan Inggris TTS pada Generasi Muda Indonesia
Meskipun pengasingan Inggris TTS terjadi pada tahun 1960-an, dampaknya masih terasa hingga saat ini. Generasi muda Indonesia saat ini masih merasakan dampak dari kebijakan tersebut.
Banyak orang Indonesia yang lahir di Inggris atau memiliki keluarga yang terkena dampak pengasingan Inggris TTS. Mereka mengalami kesulitan dalam mencari tahu tentang asal-usul mereka dan menghadapi diskriminasi di Inggris karena tidak memiliki kewarganegaraan Inggris.
Pengasingan Inggris TTS juga mempengaruhi cara pandang orang Indonesia terhadap imigrasi. Banyak orang Indonesia yang merasa tidak nyaman dengan imigrasi dan menganggap imigran sebagai masalah. Hal ini dapat dilihat dari sikap orang Indonesia terhadap imigran dari Timur Tengah dan Asia.
Kesimpulan
Pengasingan Inggris TTS merupakan sebuah kebijakan yang diambil oleh pemerintah Inggris pada tahun 1960-an. Kebijakan ini bertujuan untuk membatasi jumlah imigran yang masuk ke Inggris dan mengembalikan imigran yang sudah tinggal di sana ke negara asal mereka.
Kebijakan ini mempengaruhi banyak imigran Indonesia yang sudah tinggal di Inggris selama bertahun-tahun. Mereka harus meninggalkan keluarga dan pekerjaan mereka di Inggris dan memulai hidup baru di Indonesia yang pada saat itu masih dalam kondisi yang sulit.
Pengasingan Inggris TTS juga mempengaruhi hubungan antara Indonesia dan Inggris. Hal ini menyebabkan hubungan diplomatik antara Indonesia dan Inggris sempat memburuk pada saat itu.
Meskipun pengasingan Inggris TTS terjadi pada tahun 1960-an, dampaknya masih terasa hingga saat ini. Generasi muda Indonesia saat ini masih merasakan dampak dari kebijakan tersebut.
Sebagai bangsa yang pernah mengalami pengasingan Inggris TTS, kita harus belajar dari sejarah dan tidak pernah mengulanginya lagi di masa depan. Kita harus menghargai hak asasi manusia dan tidak membatasi kebebasan orang untuk mencari kehidupan yang lebih baik.